Saturday, March 25, 2017

Makalah Gunung Krakatau Tugas Kuliah Vulkanologi



BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
           Krakatau, adalah nama sebuah gunung api yang begitu menggema di benak masyarakat Indonesia. Gunung ini merupakan kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Dampak dahsyat letusan Krakatau 132 tahun lalu yaitu pada tanggal 26-27 Agustus 1883, menjadi cerita turun temurun yang begitu fenomenal bagi masyarakat Indonesia. Kala itu, bencana meletusnya Gunung Krakatau menjadi catatan bencana gunung meletus terbesar dan paling mematikan sepanjang sejarah peradaban modern manusia. Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan wave yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, wave ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, State dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom Corpuscle yang diledakkan di Hiroshima dan Metropolis di akhir Perang Dunia II (Richard, 1952).
Dampak yang ditimbulkan bukan hanya tsunami saja, abu letusan Gunung Krakatau menyelimuti atmosfer menyebabkan berkurangnya intensitas sinar dan cahaya matahari yang jatuh ke permukaan bumi. Kondisi ini bertahan hingga hampir satu tahun lamanya. Efek jangka panjangnya adalah matahari terlihat redup selama setahun serta turunnya suhu udara secara global hingga abad ke-20 (Film Dokumentasi Krakatoa The Last Day (produksi BBC).
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York. Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.
Berdasarkan letusannya tersebut. Gunung Krakatau dimasukkan ke dalam tipe kaldera vulkanik  dengan cirri-ciri erupsi berupa eksplosif dengan daya letusan yang sangat besar karena konsentrat magma kental,tekanan gas tinggi, dan dapur magma yang dalam. Ciri khas erupsi tipe Pelee adalah pembentukan awan pijar (miee ardene).
Dalam Data Dasar Gunung Api di Indonesia hasil rangkuman dari Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, dan Direktorat Vulkanologi, Krakatau saat itu melepaskan energi satu juta lebih besar dari pada bom hidrogen. Dahsyatnya kekuatan ini menimbulkan tsunami yang diperkirakan mencapai lebih dari 36 meter dan menyebabkan kematian bagi puluhan ribu manusia.
Di dalam daftar Volcanic Explosivity Index (VEI), letusan Gunung Krakatau berada di skala 6 dan 8 yang berarti letusannya tergolong dahsyat dengan materi vulkanik yang terlempar lebih dari 10 km2. Menurut erupsi ini akan terulang kembali dalam peride lebih dari 100 tahun. Sehingga dibutuhkan pengetahuan dasar dalam memitigasi terjadinya erupsi Gunung Krakatau ini.
1.2  Tujuan dan Manfaat
           Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai gunung krakatau baik kepada peserta kuliah khususnya dan kepada pembaca (masyarakat) umumnya . Manfaat dari makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca terhadap erupsi dari Gunung Krakatau.

BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1  Sejarah Gunung Krakatau (Sebelum 1883)
            Krakatau merupakan salah satu dari gunung api di busur vulkanik Sunda. Gunung api ini dibentuk oleh subduksi lempeng India-Australia. Terjadi peregangan di tengah Selat Sunda. ”Regangan ini berasal dari subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia dan pergerakan ke arah kanan dari Sesar Sumatera yang memanjang sampai Selat Sunda,” ujarnya. Pergerakan ini menyebabkan bagian timur Selat Sunda bergerak ke arah tenggara dan bagian baratnya bergerak ke barat laut.
Gambar 2.1.
   Peta Lokasi Selat Sunda, Gunung Krakatau Sebelum   1883
(Sumber: Bush, 1991)



2.2  Karakteristik dari Gunung Krakatau

Gambar 2.2
Gunung Krakatau Sebelum Erupsi
(Sumber: Petford, 2006)

           Pulau Krakatau berlokasi 6,102° LS 105,423 BT tepatnya di Selat Sunda. Pulau ini terdiri dari 3 buah gunung yaitu Gunung Rakata, Danan, dan Perbuatan.  Gunung api ini memiliki tinggi 813 meter diatas permmukaan laut yang bertipe gunung Kaldera (Mutya, 2016). Gunung krakatau terdiri dari 3 buah gunung yaitu Gunung Rakatau, Danan, dan Perbuatan.
2.3  Erupsi Gunung Api
a.      Fase Awal
           Pada tanggal 20 Mei 1883, segumpal asap terlihat naik lebih dari 10 km di atas pulau Krakatau. Selama musim panas berikutnya kapal militer dan komersial juga melaporkan melihat awan. Pada bulan Agustus, abu dan batu apung ditemukan dimana-mana di Selat Sunda. Letusan kecil pada Krakatau dari Mei-Agustus adalah dari gunung berapi Perbuatan dan pada saat letusan utama Perbuatan telah menghancurkan hampir seluruh pelebaran kaldera di bawah pulau dan membangun lebih banyak tekanan.
           Pada sekitar 1:00 di sore hari, yang pertama disampaikan dalam serangkaian ledakan Krakatau ini yaitu akan ada terus sepanjang hari sampai letusan klimaks pada tanggal 27 Agustus. Ledakan pembukaan dihasilkan dan mendefinisikan shockwave yang disiagakan di desa-desa pesisir terdekat di pulau Jawa dan Sumatera. Sebuah kolom gas vulkanik hitam dengan cepat naik ke ketinggian lebih dari 25 km di atas Krakatau. Pada jam-jam mendatang karena ledakan intensif akan mencapai setidaknya 35 km. Kemudian serangkaian tsunami yang dihasilkan oleh dampak laut dari aliran piroklastik yang datang dari sisi-sisi pulau.
     Di 5:30 pertama dari empat ledakan dahsyat mulai di pulau Krakatau. Gelombang tsunami dari pulau berdebar garis pantai dan dekat abu dan batu apung jatuh berbondong-bondong di pulau-pulau sekitarnya. Pada 06:44 ledakan besar kedua datang dari Krakatau dimana  melepaskan efek yang sama. Akhirnya pada 10:02 ledakan kolosal berlangsung yang meniup pulau terpisah. Perbuatan dan Danan meletus dan jatuh ke dalam mengosongkan kaldera 250 m di bawah permukaan laut. Menambah ruang kosong itu Rakata sebagai setengah dari letusan gunung berapi meluncur ke laut menggusur volume besar dan menghasilkan tsunami besar. Secara total, 23 kilometer persegi pulau jatuh ke 6km kaldera yang luas. tanah bergetar di bangun dari ledakan yang terdengar lebih dari 4500 km dan diperkirakan sama dengan ledakan lebih 21.000 bom atom.
b.      Fase Klimaks
           Setelah ledakan ketiga dan bencana Krakatau, tsunami besar yang dihasilkan oleh air yang dipindahkan sebagai pulau runtuh ke kaldera. Gelombang ini bergerak dengan kecepatan tinggi melintasi Selat Sunda mencapai ketinggian sekitar 40m tinggi sebelum membanting ke garis pantai terdekat. Tsunami kecil telah memukul desa setempat di hari sebelumnya letusan tapi tidak ada dibandingkan dengan gelombang raksasa ini. Banyak pulau-pulau pesisir kecil yang benar-benar tenggelam dan sebagai gelombang menghantam pulau daratan Jawa dan Sumatera itu dirusak kota dan desa sementara melucuti hampir semua vegetasi. Dalam beberapa kasus, seluruh kota-kota beberapa ribu orang hanyut di flash menghancurkan dan menandatangani mereka pernah ada. Account ada warga berebut pedalaman bukit untuk melarikan diri dari gelombang. Seringkali hanya bagian atas kecil bukit akan terhindar oleh arus besar meninggalkan mantan tetangga dalam perjuangan besar dengan satu sama lain, ketika mencoba untuk mempertahankan posisi aman dari gelombang.
           Banyak kapal di Selat Sunda pada saat letusan bertemu nasib yang sama seperti penduduk desa di pantai. Banyak yang tertangkap tidak menyadari di torrent dan dibuang di laut. Setelah kapal tersebut, Berouw (lihat kanan), dilakukan lebih dari satu mil pedalaman dan diendapkan pada 10m posisi di atas permukaan laut. Namun, beberapa kapal yang cukup beruntung untuk bermanuver kepala-pertama ke membengkak hanya menerima cedera ringan onboard.
           Ketika Krakatau meledak abu panas dan tephra dikirim luas menuruni sisi gunung berapi dan ke Selat Sundra. Aliran piroklastik ini, pada dasarnya guguran api dan batu, menyerbu melintasi selat untuk jarak sampai 40 km melanda kapal yang lewat dan desa-desa pesisir. Arus perjalanan dengan kecepatan lebih dari 100 km / jam hanya menyisakan sedikit waktu bagi orang untuk mengungsi dari lonjakan maju. Arus mampu bergerak cepat dan jarak yang besar karena dua alasan. Aliran piroklastik ini mungkin telah mencapai suhu lebih dari 700 derajat Celsius, yang darat akan menghanguskan apa saja yang dilaluinya. Namun, di laut terbuka aliran piroklastik akan berkedip merebus air seperti itu datang dalam kontak dengan itu memungkinkan seluruh lonjakan naik pada bantalan udara. Kurangnya gesekan dengan air atau tanah, sering dibandingkan dengan dan meja hoki udara, memungkinkan aliran untuk bergerak dengan kecepatan tinggi dan untuk waktu yang lama. Itu pantai selatan Sumatera yang paling terpukul oleh arus. Dari lebih dari 36.000 kematian, sekitar 4500 yang memberikan kontribusi terhadap aliran piroklastik yang mematikan yang akan tiba hanya setelah tsunami. Kemungkinan besar 4500 yang bertemu nasib mereka dengan arus telah mencapai tempat yang tinggi atau tempat penampungan untuk menghindari air bergegas hanya untuk ditelan oleh api dan abu.
Berikut adalah fakta-fakta singkat beberapa tentang ledakan dan dampaknya.
1.      23 km pulau persegi Krakatau ada pada ketinggian 450m di atas permukaan laut. Ledakan itu meratakan sebagian pulau untuk 250 m di bawah permukaan laut.
2.      Aliran piroklastik perjalanan sejauh 40 km dari pulau mengkonsumsi kapal melintasi api dan abu.
3.      Suara ledakan akhir terdengar lebih dari 4500 km dan ditutupi 1/13 dari permukaan bumi.
4.      Letusan dihasilkan tsunami 40m tinggi yang menghancurkan garis pantai terdekat.
5.      Korban tewas terakhir dari aliran piroklastik, bom vulkanik, dan tsunami dihitung menjadi menghancurkan 36.417.
2.4  Tipe dan Material Erupsi
Berdasarkan letusan tersebut, gunung Krakatau di masukkan ke dalam tipe Pelee (Pelean Type) dengan tipe erupsinya berupa eksplosif dengan daya letusan yang sangat besar karena konsentrat magma kental, tekanan gas tinggi dan dapur magma yang dalam. Ciri khas erupsi tipe Pelee adalah pembentukan awan pijar (nuee ardene). Di dalam daftar Volcanic Explosivity Index (VEI), letusan gunung Krakatau berada di skal 6 dari 8 yang berarti letusannya tergolong dahsyat dengan materi vulkanik yag terlempat lebih dari 10 km2 . Menurut erupsi in akan terulang kembali dalam periode lebih dari 100 tahun.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
2.5 Anak Krakatau (Setelah 1883)
Gambar 2.3.
Gunung Krakatau Setelah Erupsi
(Sumber: Petford, 2006)

Kompleks Gunung Anak Krakatau terletak di bidang pertemuan antara lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia di Selat Sunda.
Kecepatan pergerakan kedua lempeng tersebut amat berbeda. Kecepatan gerak lempeng Indo-Australia sekitar 5 sentimeter (cm) per tahun, sedangkan lempeng Eurasia berkecepatan sekitar 7 cm per tahun.
Gambar 2.4.
Gunung Anak Krakatau
(Sumber: Petford, 2006)

BAB III DAMPAK DAN MITIGASI

3.1             Dampak Gunung Krakatau

Gambar 2.1.

(Sumber: Bush, 1991)


            Sejarah mencatat letusan dahsyat Gunung Krakatau pada Senin, 27 Agustus 1883. Para ilmuwan menyebut kekuatannya setara dengan 100 Megaton bom nuklir atau setara 13.000 kali kekuatan bom atom yang meluluh lantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Suaranya menggelegar, terdengar sampai 2.200 mil (3.500 km) sampai Australia dan 4.800 km di Kepulauan Rodrigues dekat Mauritius. Langit gelap beberapa hari setelahnya, dua pertiga bagian gunung tenggelam ke dasar laut, dan menciptakan gelombang tsunami yang menewaskan puluhan ribuan orang. Ombak pasang terpantau sampai Selat Inggris. Letusan Krakatau juga menciptakan fenomena angkasa lewat abu vulkaniknya. Abu yang muncrat ke angkasa, membuat Bulan berwarna biru.
Seperti dimuat situs Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), beberapa partikel abu Krakatau, memiliki ukuran 1 mikron (atau satu per sejuta meter), ukuran yang tepat untuk menghamburkan warna merah, namun masih memberi peluang bagi warna lain untuk menerobos. Sinar Bulan yang bersinar putih berubah menjadi biru, kadang hijau. Bulan berwarna biru bertahan bertahun-tahun pasca erupsi. Kala itu, tak hanya Bulan yang penampakannya berubah. Orang-orang saat itu juga menyaksikan Matahari berwarna keunguan seperti lavender. Dan untuk pertama kalinya, awan noctilucent, awan yang sangat tinggi, membiaskan cahaya pada senja ketika matahari telah tenggelam, mengiluminasi dan menyinari langit dengan sumber cahaya yang tak tampak.
Abu membuat senja seperti terbakar. "Orang-orang di New York, Poughkeepsie, dan New Haven sampai menghubungi pemadam kebakaran, karena terlihat seperti ada kebakaran," kata vulkanolog, Scott Rowland dari University of Hawaii. Fenomena bulan biru juga terlihat pada 1983, setelah letusan gunung berapi El Chichon di Meksiko. Juga pasca letusan Mt. St Helens di tahun 1980 dan Gunung Pinatubo pada tahun 1991.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, mengatakan letusan dahsyat Krakatau 1883 adalah yang ke dua yang terpantau sejarah.
Korban Jiwa
Letusan itu sangat dahsyat, menurut catatan resmi colonial Hindia Belanda, 165 desa dan kota di dekat Krakatau hancur, dan 132 rusak berat, dan awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa (sumber lain menyebutkan 36.417 kematian), meskipun beberapa sumber memberikan perkiraan lebih dari 120.000. Mereka berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Ada banyak laporan didokumentasikan dari kelompok tengkorak manusia yang mengambang di Samudra Hindia di atas rakit apung vulkanik dan menyapu pantai timur Afrika sampai satu tahun setelah letusan.
Suara Ledakan
Suara letusan itu terdengar 4.830 km (3.000 mil) jauhnya di Alice Springs Australia ke arah timur dan Pulau Rodrigues dekat Mauritius Afrika, sejauh 4.653 kilometer ke arah barat. Ledakan ini dianggap sebagai suara paling keras yang pernah terdengar dalam sejarah modern, bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi waktu itu. Suara letusan itu dilaporkan begitu keras sehingga apabila ada orang dalam radius sepuluh mil (16 km), maka mereka akan menjadi tuli. Dengan perkiraan Volcanic Explosivity Index (VEI) mencapai 6, letusan itu setara dengan ledakan 200 megaton TNT (840 PJ) – kurang lebih 13.000 kali dampak bom nuklir Little Boy (13-16 kt) yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, selama Perang Dunia II, dan empat kali dampak Tsar Bomba (50 Mt), perangkat nuklir paling kuat yang pernah diledakkan.
Tsunami
Ledakan Krakatau mengakibatkan tsunami yang dahsyat. Sampai sebelum tragedi Tsunami Aceh tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Gelombang tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7000 kilometer. Tsunami (gelombang laut) naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Perubahan Iklim
Letusan Krakatau menghasilkan musim dingin vulkanik (mengurangi suhu di seluruh dunia dengan rata-rata 1,2 °C selama 5 tahun). Letusan ini menyebabkan perubahan iklim global. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York. Suhu global rata-rata turun sebanyak 1,2 derajat Celsius sampai satu tahun setelah letusan. Pola cuaca kemudian menjadi kacau selama bertahun-tahun dan suhu tidak kembali normal sampai 1888.
Material Muntahan
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanis terdorong hingga ketinggian 80 km (50 mil). Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru. Sebanyak 20 juta ton sulfur dilepaskan ke atmosfer. Letusan tahun 1883 mengeluarkan sekitar 25 km3 (6 mil kubik) batu.
Dampak Fisik Geografi
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter dan menghancurkan lebih dari dua pertiga dari pulau Krakatau.
Gelombang
Gelombang kejut dari ledakan yang direkam pada barographs seluruh dunia. Beberapa barographs mencatat gelombang tujuh kali selama lima hari. Empat kali berupa gelombang menjauh dari gunung ke titik antipodal-nya, dan tiga kali gelombang balik kembali ke gunung. Dengan kata lain, gelombang itu telah mengelilingi bumi tiga setengah kali putaran.
3.2 Mitigasi Gunung Krakatau
Berdasarkan UU RI nomor 25 tahun 2007 Bab 1 Ayat 1 nomor 9, Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Jadi, mitigasi gunung api memiliki tujuan utama untuk memperkecil korban jiwa dan harta benda manusia.  Semua hal tersebut diatur dalam suatu manajemen penganggulan bencana.  Diharapkan dalam manajemen penanggulangan bencana ini sesuai dengan UUD 1945 RI yang di dalam pasalnya (UU RI no 24 tahun 2007 Pasal 3) disebutkan bahwa penanggulan bencana harus berasaskan pada kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan dan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Memang, menurut pakar yang hadir, mitigasi GAK adalah untuk mengurangi volume Gunung Anak Krakatau yang diartikan sebagai pengurangan jumlah atau volume material yang ada.  Oleh karena itu perlu kajian detail berapa volume GAK itu sendiri.  Volume ini tidak hanya yang terlihat sekarang (daratan) tapi juga yang berada di bawah laut.  Perlu diketahui, hasil kajian bathymetri bahwa daerah terdalam di gugusan Krakatau adalah di bagian Selatan Gunung Anak Krakatau yang mana memiliki kedalaman lebih dari 180 meter dan semakin berkurang hingga kurang lebih 80 meter di belakang GAK bagian Selatan, demikian akan semakin dangkal di bagian Barat, Utara, dan Timur dari GAK.
           Para pakar berencana untuk melakukan mitigasi di bagian Timur Laut GAK, karena daerah ini sesuai dengan kriteria yang ada.  Terlebih, daerah ini adalah daerah “aman” jika nanti ada aktivitas vulkanik dari GAK.  Namun diketahui jika di bagian ini merupakan kawasan hutan dan pos pengawasan Polhut BKSDA Lampung, oleh karena itu perlu adanya “diskusi” dengan pihak terkait untuk melaksanakan program di wilayah ini, baik keuntungan maupun kerugian jika dilakukan di wilayah ini.  Tapi, ditambahkan oleh Doi, jika perlu dibangun juga sarana dan prasaran lain (seperti pangkalan utama) di beberapa bagian wilayah gugusan Krakatau yang aman dari aktivitas vulkanik Anak Krakatau.  Seperti di Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan atau Pulau Rakata.
Namun, jika program ini terlaksana di bagian Timur Laut GAK, maka hal yang perlu dicermati adalah bahwa wilayah ini merupakan tempat penelitian, baik dari Instansi lokal (seperti BKSDA Lampung), Insitusi lokal (Universitas Lampung), ataupun di luar Lampung yang melakukan penelitian di kawasan hutan Gunung Anak Krakatau, ataupun bawah airnya.
  • Menurut para ahli, daerah Gunung Anak Krakatau merupakan laboratorium alam untuk mempelajari perkembangan pedigologis (athropoda tanah), geomorphologis (perubahan pantai), dan suksesi hutan tropis serta pola perubahan vegetasi dan biota,
  • Di bagian ini adalah tempat naiknya Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) untuk bertelur dan merupakan “crittical endangered species”.
  • Di bagian ini adalah tempat beragam satwa seperti mamalia darat (Tikus/Rattus sp), Burung-burung, Reptil (seperti Ular Pohon, Biawak (Varanus salvator), aneka jenis serangga seperti Kupu-kupu Raja/Common Birdwings (Troides helena) yang terancam punah dan masuk Appendiks II CITES, dan lain sebagainya.
BAB IV PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari karya ilmiah ini dapat disimpulkan :
1.      Gunung Krakatau terletak di selat sunda, yaitu antara pulau Sumatra dan jawa, yang meletus pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
2.      Tipe gunung api kaldera dengan tipe erupsi ultra-plinian
3.      Material yang dierupsikan Si, Fe, S, N, C, Al serta batu-batu apung dan abu vulkanik
4.      Letusan Krakatau menghasilkan musim dingin vulkanik (mengurangi suhu di seluruh dunia dengan rata-rata 1,2 °C selama 5 tahun), yang menyebabkan perubahan iklim global.
5.      Dampak Fisik Geografi menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata
6.      Mitigasi yang dilkakukan adalah menurunkan volume GAK (Gunung Anak Krakatau) yang diartikan sebagai pengurangan jumlah atau volume material yang ada.
5.2 Saran
Untuk karya ilmiah selanjutnya diharapkan penulis menggunakan banyak referensi, sehingga informasi yang disampaikan lebih banyak lagi.

 



 


2 comments: