BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krakatau, adalah nama sebuah gunung api
yang begitu menggema di benak masyarakat Indonesia. Gunung
ini merupakan kepulauan vulkanik yang
masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Dampak
dahsyat letusan Krakatau 132 tahun lalu yaitu pada tanggal 26-27 Agustus 1883,
menjadi cerita turun temurun yang begitu fenomenal bagi masyarakat Indonesia.
Kala itu, bencana meletusnya Gunung Krakatau menjadi catatan bencana gunung
meletus terbesar dan paling mematikan sepanjang sejarah peradaban modern
manusia. Letusan itu sangat
dahsyat; awan panas dan wave yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000
jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, wave ini adalah yang terdahsyat
di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, State dan
Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan
mencapai 30.000 kali bom Corpuscle yang diledakkan di Hiroshima dan Metropolis
di akhir Perang Dunia II (Richard, 1952).
Dampak yang ditimbulkan
bukan hanya tsunami saja, abu letusan Gunung Krakatau menyelimuti atmosfer
menyebabkan berkurangnya intensitas sinar dan cahaya matahari yang jatuh ke
permukaan bumi. Kondisi ini bertahan hingga hampir satu tahun lamanya. Efek
jangka panjangnya adalah matahari terlihat redup selama setahun serta turunnya
suhu udara secara global hingga abad ke-20 (Film Dokumentasi Krakatoa The Last Day (produksi BBC).
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap
selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari
bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit
Norwegia hingga New York. Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan
Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan
Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa
populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan
teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut
sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi
informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Tercatat bahwa letusan
Gunung Krakatau adalah bencana besar
pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut,
sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi
saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.
Berdasarkan letusannya
tersebut. Gunung Krakatau dimasukkan ke dalam tipe kaldera vulkanik dengan cirri-ciri erupsi berupa eksplosif
dengan daya letusan yang sangat besar karena konsentrat magma kental,tekanan
gas tinggi, dan dapur magma yang dalam. Ciri khas erupsi tipe Pelee adalah
pembentukan awan pijar (miee ardene).
Dalam Data Dasar Gunung
Api di Indonesia hasil rangkuman dari Departemen Pertambangan dan Energi,
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, dan Direktorat Vulkanologi, Krakatau
saat itu melepaskan energi satu juta lebih besar dari pada bom hidrogen.
Dahsyatnya kekuatan ini menimbulkan tsunami yang diperkirakan mencapai lebih
dari 36 meter dan menyebabkan kematian bagi puluhan ribu manusia.
Di dalam daftar Volcanic
Explosivity Index (VEI), letusan Gunung Krakatau berada di skala 6 dan 8 yang
berarti letusannya tergolong dahsyat dengan materi vulkanik yang terlempar
lebih dari 10 km2. Menurut erupsi ini akan terulang kembali dalam peride lebih
dari 100 tahun. Sehingga dibutuhkan pengetahuan dasar dalam memitigasi terjadinya
erupsi Gunung Krakatau ini.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai gunung krakatau baik
kepada peserta kuliah khususnya dan kepada pembaca (masyarakat) umumnya . Manfaat
dari makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca terhadap erupsi
dari Gunung Krakatau.
BAB
II TELAAH PUSTAKA
2.1 Sejarah Gunung Krakatau (Sebelum
1883)
Krakatau
merupakan salah satu dari gunung api di busur vulkanik Sunda. Gunung api ini
dibentuk oleh subduksi lempeng India-Australia. Terjadi
peregangan di tengah Selat Sunda. ”Regangan ini berasal
dari subduksi lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia dan pergerakan ke
arah kanan dari Sesar Sumatera yang memanjang sampai Selat Sunda,” ujarnya.
Pergerakan ini menyebabkan bagian timur Selat Sunda bergerak ke arah tenggara
dan bagian baratnya bergerak ke barat laut.
Gambar 2.1.
|
Peta
Lokasi Selat Sunda, Gunung Krakatau Sebelum
1883
(Sumber:
Bush, 1991)
|
|
|
2.2 Karakteristik dari Gunung Krakatau
Gambar 2.2
|
Gunung Krakatau Sebelum Erupsi
(Sumber: Petford, 2006)
|
Pulau
Krakatau berlokasi 6,102°
LS 105,423 BT tepatnya di Selat Sunda. Pulau ini terdiri dari 3 buah gunung
yaitu Gunung Rakata, Danan, dan Perbuatan.
Gunung api ini memiliki tinggi 813 meter diatas permmukaan laut yang
bertipe gunung Kaldera (Mutya, 2016). Gunung krakatau terdiri dari 3 buah
gunung yaitu Gunung Rakatau, Danan, dan Perbuatan.
2.3 Erupsi Gunung Api
a.
Fase
Awal
Pada tanggal 20 Mei 1883, segumpal asap terlihat naik
lebih dari 10 km di atas pulau Krakatau. Selama musim panas berikutnya kapal
militer dan komersial juga melaporkan melihat awan. Pada bulan Agustus, abu dan
batu apung ditemukan dimana-mana di Selat Sunda. Letusan kecil pada Krakatau
dari Mei-Agustus adalah dari gunung berapi Perbuatan dan pada saat letusan utama Perbuatan telah menghancurkan hampir
seluruh pelebaran kaldera
di bawah pulau dan membangun lebih banyak tekanan.
Pada sekitar 1:00 di sore hari, yang
pertama disampaikan dalam
serangkaian ledakan Krakatau ini yaitu akan ada terus
sepanjang hari sampai
letusan klimaks pada tanggal 27 Agustus. Ledakan pembukaan dihasilkan dan
mendefinisikan shockwave yang
disiagakan di desa-desa
pesisir terdekat di pulau Jawa dan Sumatera. Sebuah kolom gas vulkanik hitam
dengan cepat naik ke ketinggian lebih dari 25 km di atas Krakatau. Pada jam-jam
mendatang karena ledakan intensif akan mencapai setidaknya 35 km. Kemudian
serangkaian tsunami yang dihasilkan oleh dampak laut dari
aliran piroklastik yang datang dari sisi-sisi pulau.
Di 5:30 pertama dari empat ledakan dahsyat mulai di pulau
Krakatau. Gelombang tsunami dari pulau berdebar garis pantai dan dekat abu dan
batu apung jatuh berbondong-bondong di pulau-pulau sekitarnya. Pada 06:44
ledakan besar kedua datang dari Krakatau dimana melepaskan
efek yang sama. Akhirnya pada 10:02 ledakan kolosal berlangsung yang meniup
pulau terpisah. Perbuatan dan Danan meletus dan jatuh ke dalam mengosongkan kaldera 250 m di
bawah permukaan laut. Menambah ruang kosong itu Rakata sebagai setengah dari
letusan gunung berapi meluncur ke laut menggusur volume besar dan menghasilkan
tsunami besar. Secara total, 23 kilometer persegi pulau jatuh ke 6km kaldera
yang luas. tanah bergetar di bangun dari ledakan yang terdengar lebih dari 4500
km dan diperkirakan sama dengan ledakan lebih 21.000 bom atom.
b. Fase Klimaks
Setelah ledakan ketiga dan bencana Krakatau, tsunami
besar yang dihasilkan oleh air yang dipindahkan sebagai pulau runtuh ke
kaldera. Gelombang ini bergerak dengan kecepatan tinggi melintasi Selat Sunda
mencapai ketinggian sekitar 40m tinggi sebelum membanting ke garis pantai
terdekat. Tsunami
kecil telah memukul desa setempat di hari sebelumnya letusan tapi tidak ada
dibandingkan dengan gelombang raksasa ini. Banyak pulau-pulau pesisir kecil
yang benar-benar tenggelam dan sebagai gelombang menghantam pulau daratan Jawa
dan Sumatera itu dirusak kota dan desa sementara melucuti hampir semua
vegetasi. Dalam beberapa kasus, seluruh kota-kota beberapa ribu orang hanyut di
flash menghancurkan dan menandatangani mereka pernah ada. Account ada warga berebut
pedalaman bukit untuk melarikan diri dari gelombang. Seringkali hanya bagian
atas kecil bukit akan terhindar oleh arus besar meninggalkan mantan tetangga
dalam perjuangan besar dengan satu sama lain, ketika mencoba untuk mempertahankan
posisi aman dari gelombang.
Banyak kapal di Selat Sunda pada saat letusan bertemu nasib yang sama seperti penduduk desa di pantai. Banyak yang tertangkap tidak menyadari di torrent dan dibuang di laut. Setelah kapal tersebut, Berouw (lihat kanan), dilakukan lebih dari satu mil pedalaman dan diendapkan pada 10m posisi di atas permukaan laut. Namun, beberapa kapal yang cukup beruntung untuk bermanuver kepala-pertama ke membengkak hanya menerima cedera ringan onboard.
Banyak kapal di Selat Sunda pada saat letusan bertemu nasib yang sama seperti penduduk desa di pantai. Banyak yang tertangkap tidak menyadari di torrent dan dibuang di laut. Setelah kapal tersebut, Berouw (lihat kanan), dilakukan lebih dari satu mil pedalaman dan diendapkan pada 10m posisi di atas permukaan laut. Namun, beberapa kapal yang cukup beruntung untuk bermanuver kepala-pertama ke membengkak hanya menerima cedera ringan onboard.
Ketika Krakatau
meledak abu panas dan tephra dikirim luas menuruni sisi gunung berapi dan ke
Selat Sundra. Aliran piroklastik ini, pada dasarnya guguran api dan batu,
menyerbu melintasi selat untuk jarak sampai 40 km melanda kapal yang lewat dan
desa-desa pesisir. Arus perjalanan dengan kecepatan lebih dari 100 km / jam
hanya menyisakan sedikit waktu bagi orang untuk mengungsi dari lonjakan maju.
Arus mampu bergerak cepat dan jarak yang besar karena dua alasan. Aliran
piroklastik ini mungkin telah mencapai suhu lebih dari 700 derajat Celsius,
yang darat akan menghanguskan apa saja yang dilaluinya. Namun, di laut terbuka
aliran piroklastik akan berkedip merebus air seperti itu datang dalam kontak
dengan itu memungkinkan seluruh lonjakan naik pada bantalan udara. Kurangnya
gesekan dengan air atau tanah, sering dibandingkan dengan dan meja hoki udara,
memungkinkan aliran untuk bergerak dengan kecepatan tinggi dan untuk waktu yang
lama. Itu pantai selatan Sumatera yang paling terpukul oleh arus. Dari lebih
dari 36.000 kematian, sekitar 4500 yang memberikan kontribusi terhadap aliran
piroklastik yang mematikan yang akan tiba hanya setelah tsunami. Kemungkinan
besar 4500 yang bertemu nasib mereka dengan arus telah mencapai tempat yang
tinggi atau tempat penampungan untuk menghindari air bergegas hanya untuk
ditelan oleh api dan abu.
Berikut adalah fakta-fakta singkat beberapa tentang
ledakan dan dampaknya.
1.
23 km pulau persegi Krakatau ada pada ketinggian 450m di
atas permukaan laut. Ledakan itu meratakan sebagian pulau untuk 250 m di bawah permukaan laut.
2.
Aliran
piroklastik perjalanan sejauh 40 km dari pulau mengkonsumsi kapal melintasi api
dan abu.
3.
Suara
ledakan akhir terdengar lebih dari 4500 km dan ditutupi 1/13 dari permukaan
bumi.
4.
Letusan
dihasilkan tsunami 40m tinggi yang menghancurkan garis pantai terdekat.
5.
Korban
tewas terakhir dari aliran piroklastik, bom vulkanik, dan tsunami dihitung
menjadi menghancurkan 36.417.
2.4 Tipe dan Material Erupsi
Berdasarkan
letusan tersebut, gunung Krakatau di masukkan ke dalam tipe Pelee (Pelean Type)
dengan tipe erupsinya berupa eksplosif dengan daya letusan yang sangat besar
karena konsentrat magma kental, tekanan gas tinggi dan dapur magma yang dalam.
Ciri khas erupsi tipe Pelee adalah pembentukan awan pijar (nuee ardene). Di
dalam daftar Volcanic Explosivity Index (VEI), letusan gunung Krakatau berada
di skal 6 dari 8 yang berarti letusannya tergolong dahsyat dengan materi
vulkanik yag terlempat lebih dari 10 km2 . Menurut erupsi in akan
terulang kembali dalam periode lebih dari 100 tahun.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu
apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu
vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu
jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.
2.5 Anak Krakatau (Setelah 1883)
Gambar 2.3.
|
Gunung Krakatau Setelah Erupsi
(Sumber: Petford, 2006)
|
Kompleks
Gunung Anak Krakatau terletak di bidang pertemuan antara lempeng tektonik
Eurasia dan Indo-Australia di Selat Sunda.
Kecepatan pergerakan kedua lempeng tersebut amat berbeda. Kecepatan gerak lempeng Indo-Australia sekitar 5 sentimeter (cm) per tahun, sedangkan lempeng Eurasia berkecepatan sekitar 7 cm per tahun.
Kecepatan pergerakan kedua lempeng tersebut amat berbeda. Kecepatan gerak lempeng Indo-Australia sekitar 5 sentimeter (cm) per tahun, sedangkan lempeng Eurasia berkecepatan sekitar 7 cm per tahun.
Gambar 2.4.
|
Gunung Anak Krakatau
(Sumber: Petford, 2006)
|
BAB
III DAMPAK DAN MITIGASI
3.1
Dampak Gunung Krakatau
Gambar 2.1.
|
(Sumber: Bush, 1991)
|
|
|
Sejarah mencatat
letusan dahsyat Gunung Krakatau pada Senin, 27 Agustus 1883. Para ilmuwan
menyebut kekuatannya setara dengan 100 Megaton bom nuklir atau setara 13.000
kali kekuatan bom atom yang meluluh lantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Suaranya
menggelegar, terdengar sampai 2.200 mil (3.500 km) sampai Australia dan 4.800
km di Kepulauan Rodrigues dekat Mauritius. Langit gelap beberapa hari
setelahnya, dua pertiga bagian gunung tenggelam ke dasar laut, dan menciptakan
gelombang tsunami yang menewaskan puluhan ribuan orang. Ombak pasang terpantau
sampai Selat Inggris. Letusan Krakatau juga menciptakan fenomena angkasa lewat
abu vulkaniknya. Abu yang muncrat ke angkasa, membuat Bulan berwarna biru.
Seperti
dimuat situs Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), beberapa partikel
abu Krakatau, memiliki ukuran 1 mikron (atau satu per sejuta meter), ukuran
yang tepat untuk menghamburkan warna merah, namun masih memberi peluang bagi
warna lain untuk menerobos. Sinar Bulan yang bersinar putih berubah menjadi
biru, kadang hijau. Bulan berwarna biru bertahan bertahun-tahun pasca erupsi.
Kala itu, tak hanya Bulan yang penampakannya berubah. Orang-orang saat itu juga
menyaksikan Matahari berwarna keunguan seperti lavender. Dan untuk pertama
kalinya, awan noctilucent, awan yang sangat tinggi, membiaskan cahaya
pada senja ketika matahari telah tenggelam, mengiluminasi dan menyinari langit
dengan sumber cahaya yang tak tampak.
Abu
membuat senja seperti terbakar. "Orang-orang di New York, Poughkeepsie,
dan New Haven sampai menghubungi pemadam kebakaran, karena terlihat seperti ada
kebakaran," kata vulkanolog, Scott Rowland dari University of Hawaii. Fenomena bulan biru juga terlihat pada
1983, setelah letusan gunung berapi El Chichon di Meksiko. Juga pasca letusan
Mt. St Helens di tahun 1980 dan Gunung Pinatubo pada tahun 1991.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, mengatakan letusan dahsyat Krakatau 1883 adalah yang ke dua yang terpantau sejarah.
Korban JiwaKepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, mengatakan letusan dahsyat Krakatau 1883 adalah yang ke dua yang terpantau sejarah.
Letusan itu
sangat dahsyat, menurut catatan resmi colonial Hindia Belanda, 165 desa dan
kota di dekat Krakatau hancur, dan 132 rusak berat, dan awan panas dan tsunami
yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa (sumber lain menyebutkan
36.417 kematian), meskipun beberapa sumber memberikan perkiraan lebih dari
120.000. Mereka berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di
Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung
Layar di Pulau Panaitan Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Ada banyak
laporan didokumentasikan dari kelompok tengkorak manusia yang mengambang di
Samudra Hindia di atas rakit apung vulkanik dan menyapu pantai timur Afrika
sampai satu tahun setelah letusan.
Suara Ledakan
Suara letusan itu terdengar 4.830 km
(3.000 mil) jauhnya di Alice Springs Australia ke arah timur dan Pulau
Rodrigues dekat Mauritius Afrika, sejauh 4.653 kilometer ke arah barat. Ledakan
ini dianggap sebagai suara paling keras yang pernah terdengar dalam sejarah
modern, bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi waktu itu. Suara letusan
itu dilaporkan begitu keras sehingga apabila ada orang dalam radius sepuluh mil
(16 km), maka mereka akan menjadi tuli. Dengan perkiraan Volcanic Explosivity
Index (VEI) mencapai 6, letusan itu setara dengan ledakan 200 megaton TNT (840
PJ) – kurang lebih 13.000 kali dampak bom nuklir Little Boy (13-16 kt) yang
menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, selama Perang Dunia II, dan empat
kali dampak Tsar Bomba (50 Mt), perangkat nuklir paling kuat yang pernah
diledakkan.
Tsunami
Ledakan Krakatau mengakibatkan tsunami
yang dahsyat. Sampai sebelum tragedi Tsunami Aceh tanggal 26 Desember 2004,
tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Di Ujungkulon,
air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Gelombang tsunami yang ditimbulkan
bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan
Semenanjung Arab yang jauhnya 7000 kilometer. Tsunami (gelombang laut) naik
setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir
pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran
bawah laut.
Perubahan Iklim
Letusan
Krakatau menghasilkan musim dingin vulkanik (mengurangi suhu di seluruh dunia
dengan rata-rata 1,2 °C selama 5 tahun). Letusan ini menyebabkan perubahan
iklim global. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta
dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Dunia sempat gelap selama dua
setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar
redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga
New York. Suhu global rata-rata turun sebanyak 1,2 derajat Celsius sampai satu
tahun setelah letusan. Pola cuaca kemudian menjadi kacau selama bertahun-tahun
dan suhu tidak kembali normal sampai 1888.
Material Muntahan
Ledakan
Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18
kilometer kubik. Semburan debu vulkanis terdorong hingga ketinggian 80 km (50
mil). Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau
Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan
Selandia Baru. Sebanyak 20 juta ton sulfur dilepaskan ke atmosfer. Letusan tahun
1883 mengeluarkan sekitar 25 km3 (6 mil kubik) batu.
Dampak Fisik Geografi
Letusan itu
menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di
mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250
meter dan menghancurkan lebih dari dua pertiga dari pulau Krakatau.
Gelombang
Gelombang
kejut dari ledakan yang direkam pada barographs seluruh dunia.
Beberapa barographs mencatat gelombang tujuh kali selama lima hari. Empat kali
berupa gelombang menjauh dari gunung ke titik antipodal-nya, dan tiga kali
gelombang balik kembali ke gunung. Dengan kata lain, gelombang itu telah
mengelilingi bumi tiga setengah kali putaran.
3.2 Mitigasi Gunung Krakatau
Berdasarkan
UU RI nomor 25 tahun 2007 Bab 1 Ayat 1 nomor 9, Mitigasi adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Jadi, mitigasi gunung
api memiliki tujuan utama untuk memperkecil korban jiwa dan harta benda manusia.
Semua hal tersebut diatur dalam suatu manajemen penganggulan bencana.
Diharapkan dalam manajemen penanggulangan bencana ini sesuai dengan UUD 1945 RI
yang di dalam pasalnya (UU RI no 24 tahun 2007 Pasal 3) disebutkan bahwa
penanggulan bencana harus berasaskan pada kemanusiaan, keadilan, kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan dan
keserasian, ketertiban dan kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan
hidup, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Memang, menurut pakar yang hadir,
mitigasi GAK adalah untuk mengurangi volume Gunung Anak Krakatau yang diartikan
sebagai pengurangan jumlah atau volume material yang ada. Oleh karena itu
perlu kajian detail berapa volume GAK itu sendiri. Volume ini tidak hanya
yang terlihat sekarang (daratan) tapi juga yang berada di bawah laut.
Perlu diketahui, hasil kajian bathymetri bahwa daerah terdalam di gugusan
Krakatau adalah di bagian Selatan Gunung Anak Krakatau yang mana memiliki
kedalaman lebih dari 180 meter dan semakin berkurang hingga kurang lebih 80
meter di belakang GAK bagian Selatan, demikian akan semakin dangkal di bagian
Barat, Utara, dan Timur dari GAK.
Para pakar
berencana untuk melakukan mitigasi di bagian Timur Laut GAK, karena daerah ini
sesuai dengan kriteria yang ada. Terlebih, daerah ini adalah daerah
“aman” jika nanti ada aktivitas vulkanik dari GAK. Namun diketahui jika
di bagian ini merupakan kawasan hutan dan pos pengawasan Polhut BKSDA Lampung,
oleh karena itu perlu adanya “diskusi” dengan pihak terkait untuk melaksanakan
program di wilayah ini, baik keuntungan maupun kerugian jika dilakukan di
wilayah ini. Tapi, ditambahkan oleh Doi, jika perlu dibangun juga sarana
dan prasaran lain (seperti pangkalan utama) di beberapa bagian wilayah gugusan
Krakatau yang aman dari aktivitas vulkanik Anak Krakatau. Seperti di
Pulau Sertung, Pulau Panjang, dan atau Pulau Rakata.
Namun, jika program ini terlaksana di bagian Timur Laut GAK, maka
hal yang perlu dicermati adalah bahwa wilayah ini merupakan tempat penelitian,
baik dari Instansi lokal (seperti BKSDA Lampung), Insitusi lokal (Universitas
Lampung), ataupun di luar Lampung yang melakukan penelitian di kawasan hutan
Gunung Anak Krakatau, ataupun bawah airnya.
- Menurut para ahli, daerah Gunung Anak Krakatau merupakan laboratorium alam untuk mempelajari perkembangan pedigologis (athropoda tanah), geomorphologis (perubahan pantai), dan suksesi hutan tropis serta pola perubahan vegetasi dan biota,
- Di bagian ini adalah tempat naiknya Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) untuk bertelur dan merupakan “crittical endangered species”.
- Di bagian ini adalah tempat beragam satwa seperti mamalia darat (Tikus/Rattus sp), Burung-burung, Reptil (seperti Ular Pohon, Biawak (Varanus salvator), aneka jenis serangga seperti Kupu-kupu Raja/Common Birdwings (Troides helena) yang terancam punah dan masuk Appendiks II CITES, dan lain sebagainya.
BAB
IV PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari
karya ilmiah ini dapat disimpulkan :
1. Gunung
Krakatau terletak di selat sunda, yaitu antara pulau Sumatra dan jawa, yang
meletus pada tanggal 26-27
Agustus 1883.
2. Tipe
gunung api kaldera dengan tipe erupsi ultra-plinian
3. Material
yang dierupsikan Si, Fe, S, N, C, Al
serta batu-batu apung dan abu vulkanik
4. Letusan
Krakatau menghasilkan musim dingin vulkanik (mengurangi suhu di seluruh dunia
dengan rata-rata 1,2 °C selama 5 tahun), yang menyebabkan perubahan iklim
global.
5. Dampak Fisik Geografi menghancurkan
Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata
6. Mitigasi
yang dilkakukan adalah menurunkan volume GAK (Gunung Anak Krakatau) yang
diartikan sebagai pengurangan jumlah atau volume material yang ada.
5.2 Saran
Untuk karya ilmiah selanjutnya diharapkan penulis menggunakan banyak
referensi, sehingga informasi yang disampaikan lebih banyak lagi.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletemakasih infonya yah kak makalahnya bagus
ReplyDeletesodium tripolyphosphate adalah