Tuesday, November 17, 2015

Jurnal Sudut Brewster Fisika Universitas Andalas



PENENTUAN INDEKS BIAS PADA KACA AKRILIK DAN KACA PRISMA DENGAN MENGGUNAKAN SUDUT BREWSTER

Fadli Nauval, Novia Alvionita
Laboratorium Fisika Lanjut, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Andalas

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menetukan sudut brewster dari beberapa medium. Sudut brewster digunakan untuk menghitung indeks bias dari akrilik dan kaca prisma, Jika cahaya dilewatkan pada kaca aklirik dan prisma maka akan didapatkan cahaya yang ditransimisikan dan cahaya yang direfleksikan dengan intensitas yang berbeda. Sudut Brewster terjadi saat sudut antara cahaya pantul dan cahaya yang dibiaskan berbeda 900, dimana indeks bias literatur pada kaca akrilik adalah 1,53 dan kaca prisma adalah 1,376. Dari penelitian yang dilakukan dapat dikatakan penelitian ini berhasil.

Kata Kunci : sudut brewster,refleksi, refraksi dan crossover

ABSTRACT
This study aims to determine the brewster angle of some medium. Brewster angle is used to calculate the refractive index of acrylic and glass prism, If light is passed on acrylic and glass prism it will get ditransimisikan light and reflected light with different intensities. Brewster angle occurs when the angle between the light reflected and refracted light 90o different the refractive index where literature on acrylic glass is a glass prism is 1.53 and from 1.376. From research conducted this study can be said to be successful.

Keywords: brewsterangle, reflection, refraction and crossover

I.     PENDAHULUAN
Polarisasi adalah proses pembatasan gelombang vektor yang membentuk suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah. Tidak seperti interferensi dan difraksi yang dapat terjadi pda gelombang transversal dan longitudinal, efek polarisasi hanya dialami oleh gelombang transversal. Cahaya dapat mengalami polarisasi menunjukkan bahwa cahaya termasuk gelombang transversal. Pada cahaya tidak terpolarisasi,medan listrik bergetar ke segala arah,tegak lurus arah rambat gelombang. Setelah mengalami pemantulan atau diteruskan melalui bahan tertentu, medan listrik terbatasi pada satu arah. Polarisasi dapat terjadi karena pemantulan pada cermin datar, absorpsi selektif dari bahan polaroid dan bias kembar oleh kristal.
Arah bidang getar gelombang tali terpolarisasi adalah searah dengan celah. Polarisasi cahaya yang dipantulkan oleh permukaan transparan akan maksimum bila sinar pantul tegak lurus terhadap sinar bias. Sudut datang dan sudut pantul pada saat polarisasi maksimum disebut sudut Brewster atau sudut polarisasi. Peristiwa pengkutuban arah getar dari gelombang disebut polarisasi. Karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik dimana mempunyai arah getar yang tegak lurus arah penjalaran, maka cahaya dapat mengalami polarisasi. Hal ini telah diterangkan oleh Teori Maxwell mengenai cahaya sebagai gelombang elektromagnetik. Dalam teorinya Maxwell meramalkan bahwa peristiwa polarisasi cahaya menghasilkan arah getar yang  diambil sebagai vektor medan listrik.
Hukum Snellius adalah rumus matematika yang memberikan hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua medium isotropik berbeda. Nama hukum ini diambil dari matematikawan Belanda Willebord Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal sebagai hukum Descrates atau hukum pembiasan. Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus sudut datang dan sudut bias adalah konstan, yang bergantung pada medium. Perumusan lain yang ekuivalen adalah nisbah sudut datang dan sudut bias sama dengan nisbah kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan indeks bias.
Hukum snellius dapat digunakan untuk menghitung besar sudut datang atau sudut bias, dan dalam eksperimen untuk sudut datang atau sudut bias, dan dalam eksperimen untuk menghitung indeks bias suatu bahan. Pada tahun 1637, Rene Descarte secara terpisah menggunakan argument heuristic kekekalan momentum dalam bentuk sinus, dalam tulisannya Discourse on Method untuk menjelaskan hukum ini. Cahaya dikatakan memiliki kecepatan yang lebih tinggi pada medium yang lebih padat karena cahaya adalah gelombang yang timbul akibat terusiknya plenum, substansi kontinu yang membentuk alam semesta.
Sesuai dengan Hukum Snellius,
                                                                                                                          (1)

Dengan n adalah indeks bias dari medium dan θ adalah sudut dari sinar dari normal. Ketika sudut datang sama dengan sudut Brewster, ,

                                                                                                                     (2)

Dan karena , , dan

                                            (3)

Subsitusi untuk sin pada Pers. (2) menghasilkan

                                                                                                                     (4)
Sehingga,

                                                                                                                                   (5)

Alat yang dapat dipakai untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi bidang dari cahaya yang tidak terpolarisasi karena hanya komponen cahaya yang paralel dengan sumbu yang ditransmisikan disebut Polaroid. Fungsi lain dari polaroid adalah dapat dipakai untuk menentukan apakah cahaya terpolarisasi. Sudut crossover terjadi pada saat transmisi dan refleksi bertemu atau saling berpotongan.

  II.     METODE
Sebelum melakukan penelitian alat-alat diset terlebih dahulu. Spektrofotometer diletakkan dibagian belakang dengan sudut 1800 dari posisi garis normal. Dua polarisator bundar diposisikan di depan laser. Meja besi sudut brewster harus diposisikan pada angka nol. Sinar laser diset sehingga berkasnya terdapat pada sensor cahaya. Sensor gerak melingkar  dipasang rotary pada saluran 1 dan 2 pada interface “Science Workshop 500” dan sensor cahaya pada saluran A. File “Data Studio” dibuka dengan nama “Brewster”.




 



Skema di atas merupakan susunan alat untuk menentukan sudut brewster. Saat laser dihidupkan sinarnya dipastikan menembak medium uji (prisma dan akrilik). Ketika menembak medium uji akan ada sinar yang diteruskan dan dipantulkan. Besarnya intensitas sinar refleksi ditangkap oleh sensor cahaya dan diputar untuk menangkap sinar tersebut seiring berubahnya sudut yang dibentuk oleh medium. Sensor cahaya tersebut harus terhubung dengan program data studio dan program tersebut membaca besarnya intensitas refleksi. Penelitian ini diulangi untuk medium yang berbeda. Sementara intensitas sinar refraksi didapatkan dari perhitungan.
Lampu diruangan sebaiknya dimatikan agar hanya cahaya laser yang tertangkap oleh sensor cahaya. Lengan Spektrofotometer diputar sehingga berkas laser terfokus pada slit sensor cahaya. Lengan tersebut digerakkan maju-mundur (tepat saat itu klik “Start” pada data studio) dari laser hingga mendapatkan intensitas maksimum (terlihat pada komputer). Lalu “Stop” diklik dan lengan diatur keposisi semula serta percobaan diulangi beberapa kali dan dengan medium yang berbeda.
         
III.          HASIL DAN DISKUSI
Setelah dilakukannya penelitian, praktikan memperoleh data hasil seperti berikut;

  Tabel 1: Intensitas Refleksi dan Intensitas Refraksi Pada Kaca Akrilik
NO
SUDUT ()
INTENSITAS  REFLEKSI
INTENSITAS REFRAKSI
1
7,10
11,2
88,88
2
38,40
15,8
84,2
3
43,60
15,4
84
4
57,70
0,8
99,2
5
69,10
70,9
29,1
6
80,30
54,1
45,9

Pada tabel 1 didapatkan bahwa perubahan sudut tidak mempengaruhi besarnya intensitas yang diberikan namun yang dianalisis  adalah berapa pun sudut yang terbaca pada data studio jumlah kedua intensitas (intensitas refleksi dan intensitas refraksi) besarnya tetap 100 tidak pernah kurang dan maupun lebih, ini berarti pada medium kaca akrilik kondisi yang terjadi adalah cahaya hanya mengalami refleksi dan refraksi saja tidak mengalami penyerapan (absorbsi) maupun emisi, dan ini sesuai dengan hukum yang mendasari penelitian kali ini yaitu Hukum Snellius. Kemudian untuk nilai indeks bias kaca akrilik yang diperoleh hampir sama dengan teori, dimana indeks bias yang didapatkan adalah 1,539. Karena bayangan dari cahaya yang terlihat benar-benar menghilang pada sudut 570.

Berdasarkan data besar intensitas cahaya yang diteruskan atau yang dipantulkan terhadap sudut putarnya terlihat pada gambar berikut :


Gambar 1: Grafik Refleksi dan Refraksi Pada Kaca Akrilik Terhadap Sudut

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa intensitas refleksi dan refraksi mengalami kesebandingan dimana setiap saat intensitas refleksi besar maka intensitas refraksi kecil dan begitu sebaliknya, karena jumlah kedua intensitas tersebut harus sama dengan intensitas maksimum (100)  pada suatu titik sudut yang sama, lalu kemudian pada grafik 1 memperlihatkan adanya sudut crossover, dimana gabungan grafik refleksi dan refraksi mengalami perpotongan kira-kira pada sudut dan intensitas cahaya 40, pada saat itulah sinar yang dipantulkan oleh kaca akrilik menghilang atau buram yang menunjukkan pada bahwa  sudut pantul membentuk sudut  atau tegak lurus. Pada kondisi inilah praktikan dapat memperoleh sudut Brewster dari medium dan kaca akrilik, sehingga tujuan dari penelitian telah tercapai.

   Tabel 2:Intensitas Refleksi dan Intensitas Refraksi Pada Kaca Prisma
NO
SUDUT ()
INTENSITAS REFLEKSI
INTENSITAS REFRAKSI
1
7,10
78,8
21,2
2
17,80
54,5
45,5
3
46,30
0,2
99,8
4
64,90
100,4
-0,4
5
70,40
63,7
36,3
6
73,10
100,4
-0,4

Pada tabel 2 didapatkan bahwa perubahan sudut tidak mempengaruhi besarnya intensitas yang diberikan namun yang dianalisis  adalah berapa pun sudut yang terbaca pada data studio jumlah kedua intensitas (intensitas refleksi dan intensitas refraksi) besarnya tetap 100 tidak pernah kurang dan maupun lebih, ini berarti pada medium kaca prisma kondisi yang terjadi adalah cahaya hanya mengalami refleksi dan refraksi saja tidak mengalami penyerapan (absorbsi) maupun emisi, dan ini sesuai dengan hukum yang mendasari penelitian kali ini yaitu Hukum Snellius. Kemudian untuk nilai indeks bias kaca prisma yang diperoleh saat penelitian kurang akurat karena bayangan yang didapatkan tidak buram jika dibandingkan dengan indeks bias secara lieratur yaitu 1.485 sampai 1.492, sehingga sulit untuk menemukan sudut brewsternya. Sehingga nilai indeks bias kaca prisma kurang akurat.

Berdasarkan data besar intensitas cahaya yang diteruskan atau yang dipantulkan terhadap sudut putarnya terlihat pada gambar berikut :

Gambar 2: Grafik Refleksi dan Refraksi Pada Kaca Prisma Terhadap Sudut

Pada Medium kaca prisma grafik yang diperoleh memiliki bentuk fisis yang sama dengan medium kaca akrilik, seperti grafik refleksi dan refraksi memiliki nilai regresi yang sama besar, ini berarti gabungan dari ke-2 grafik tersebut bersifat linear dan pasti memiliki satu titik potong ternyata pada grafik 2 diperoleh sudut crossover yang secara fisis memiliki makna yang sama dengan kaca akrilik yaitu dari titik potong tersebut dapat ditentukan sudut brewsternya sebesar  dengan intensitas 50, sehingga tujuan dari penelitian untuk medium kaca prisma telah tercapai.
Sudut Brewster juga dipengaruhi oleh sifat bahan, karena tiap-tiap medium (bahan) yang kita gunakan berbeda-beda. Jika sudut Brewster semakin besar, maka nilai indeks bias juga semakin besar, jika sudut brewsternya kecil, maka nilai indeks bias juga semakin kecil karena hubungan antara sudut sudut brester dengan indeks bias berbanding lurus . Hal ini sesuai dengan perumusan Fresnel bahwa semakin besar permitivitas reltif suatu bahan maka sudut brewster akan semakin besar. Secara teori penelitian ini sudah sangat akurat.
IV.     Kesimpulan
1.      Sudut Brewster pada medium kaca akrilik secara penelitian berbeda degan literatur, dimana dipengaruhi oleh sinar pantul, dimana dipengaruhi oleh sinar yang diamati, sinar tersebut tidak menghilang malah memudar, intensitas kepudaran sinar tersebut yang membuat praktikan sulit menentukan sudutnya.
2.      Perbedaan sudut Brewster yang diperoleh tersebut menyebabkan indeks bias berbeda dengan literatur. Kemudian sudut crossover pada grafik 1 menunjukkan bahwa pada grafik refleksi berpotongan dengan grafik reflaksi, pada kondisi inilah sinar tersebut menghilang karena cahaya yang terpolarisasi.
3.      Sudut Brewster pada medium kaca prisma secara penelitian juga  berbeda dengan literatur, karena sinar yang diamati tidak benar-benar menghilang.
4.      Perbedaan sudut Brewster yang diperoleh pada kaca prisma menyebabkan indeksnya berbeda dengan literatur.
5.      Intensitas refleksi dengan intensitas refraksi tidak memiliki hubungan yang sangat erat, karena bergantung terhadap intensitas maksimum dan titik puncak yang kita  pilih pada data studio.

  V.     UCAPAN TERIMA KASIH
Pratikan mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu proses penelitian hingga pembuatan jurnal ini. Kepada kak Novia Alvionita selaku asisten yang mengarahkan proses penelitian ini dan Inez Almira dan Sri Rahayu sebagai rekan kerja dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Indajit, D. 2007. MUDAH DAN AKTIF BELAJAR FISIKA. Bandung: Grafindo

Muttaqin, Afdhal. 2015. MODUL PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN I . Padang:
            Universitas Andalas.

Seri, Intan 2011. Fisika Eksperimen. http://academic.edu/lap.praktikum-fisika-eksperimen/. diakses pada tanggal 25 Oktober 2015